Friday, October 29, 2010

Hukum Orang yang Menentang Sunnah


Para penentang sunnah antara lain Mujtahid yg keliru jahil yg dimaafkan zalim yg melampui batas munafik zindiq dan musyrik yg sesat. Mujtahid yg Keliru Di antara orang-orang yg menentang sunnah sebagian besar disebabkan krn ijtihad yg keliru dalam rangka mencari kebenaran. Bisa juga krn kurangnya pengetahuan ilmu syariat yg mereka kuasai atau semacam penakwilan khusus dgn data-data yg meragukan . Namun dalam hali ini mereka tidak bertindak mendahului Allah dan Rasul-Nya dan tidak sengaja menyalahi Allah dan Rasul-Nya dan beriman kepada Allah lahir maupun batin. Akidah golongan yangselamat dipredikatkan Nabi saw dgn “keselamatan” sebagaimana sabdanya “Umatku akan terpegah belah menjadi 73 golongan 72 golongan masuk neraka dan satu golongan masuk sorga yaitu golongan orang yg menempuh jalan seperti yg aku dan para sahabatku tempuh atau al-jamaah. Keyakinan ini diambil sumbernya dari Nabi saw dan para sahabatnya. Merekalah yg termasuk Firqah an-Najiyahbegitu pula pengikut-pengikut mereka. Tidak mesti tiap orang yg menyalahi satu hal dari keyakinan ini menjadi binasa sebab ada kemungkinan orang yg berselisih itu termasuk mujtahid yg melakukan kekeliruan yg dapat diampuni oleh Allah. Boleh jadi krn ilmu yg dimilikinya kurang memadai utk dijadikan hujjah yg kuat. Maka dgn izin Allah dapatlah keburukan-keburukannya dihapuskan krn kebaikan-kebaikan yg mungkin dimilikinya. Kalaupun ada lafaz-lafaz ancaman yg diarahkan kepadanya tidak harus menggolongkan para pentakwil ke dalamnya. Termasuk di dalamnya adl orang yg taat orang yg mempunyai banyak kebaikan yg dapat menghapus dosanya serta orang yg dapat diampuni dan lainnya. Inilah yg lbh patut. Dalam hal ini siapa yg berkeyakinan demikian selamatlah dalam akidah ini. Adapun bagi yg memiliki keyakinan berlawanan mungkin saja selamat dan boleh jadi tidak selamat sebagaimana dikatakan “Barangsiapa diam ia akan selamat.” Jika telah ditetapkan kebenarannya dgn kitabullah yg ditafsirkan menurut sunnah bahwa Allah telah mengampuni kekeliruan dan kealpaan umat ini maka inilah dalil umum yg terpelihara. Tidak ada dalil-dalil syar’i yg mengharuskan Allah menyiksa orang yg telah mengakui kesalahan yg diperbuat oleh umat ini meskipun ada siksaan bagi manusia yg melakukan kesalahan. Alquran dan As-Sunnah pun telah menjelaskan bahwa Allah tidak menyiksa seseorang kecuali setelah disampaikannya risalah. Bagi yg belum disampaikan risalah kepadanya secara global ia tidak patut mendapat siksa. Dan bagi yg telah menerima risalah secara global tetapi tidak menerima uraian rinci ia pun tidak disiksa kecuali ia mengingkari hujjah yg dikemukakan risalah tersebut. Oleh krn itu siapa yg telah beriman kepada Allah dan rasul-Nya tetapi tidak mengetahui sebagian yg telah diturunkan kepada nabi krn tidak mendengar atau mendengar dari jalan yg tidak layak dibenarkannya ataupun meyakini makna lain termasuk takwil yg bisa dimaafkan maka Allah patut memberi kepadanya pahala disebabkan keimanannya itu. Jahil yg Bisa Dimaafkan a. Di antara mereka ada yg menyalahi sunah krn sedikitnya sandaran mereka kepada Alquran dan as-sunnah. Mereka yg menentang sunah khususnya dari generasi muata’akhirin krn sedikitnya sandaran mereka kepada Alquran dan as-sunnah. Selain itu mereka lbh mengandalkan pendapat yg diciptakan para guru mereka tanpa mengetahui hakikat beserta akibat-akibatnya. Andaikan mereka mengetahui bahwa pendapat-pendapat tersebut menyalahi sunah pastilah mereka meninggalkannya. Kaum salaf berpegang teguh kepada Alquran dan iman. Akan tetapi ketika terjadi perselisihan dan perpecahan di kalangan umat ahli perpecahan dan perselisihan menjadi berkelompok-kelompok. Dalam batin mereka tidak lagi berpegang kepada Alquran dan iman tetapi lbh mengandalkan prinsip-prinsip yg diciptakan guru-guru mereka. Di atas prinsiop-prinsip itulah mereka menyandarkan pokok tauhid sifat Allah qadar iman kepada rasul dan lainnya. Bila ada ayat Alquran yg mereka anggap sesuai dgn prinsip tersebut mereka jadikan hujjah dan jika tidak sesuai mereka takwilkan. Oleh krn itu jika mereka berhujjah kepada Alquran dan hadis mereka tidak memperhatikan redaksional kedua dalil tersebut juga tidak menyelidiki makna yg terdapat dalam Alquran sebab dalam hal ini mereka mengandalkan pegangan lain. Sementara ayat-ayat yg bertentangan dgn kehendak mereka ditakwilkan utk dijadikan aturan syariat selama mungkin sesuai dgn tujuan yg mereka inginkan bukan menurut maksud yg dipahami Rasulullah saw. Bahkan mereka melawan orang yg menentangnnya demi mempertahankan hujjah mereka. Hal demikian menunjukkan bahwa banyak ulama muataakhirin yg tidak menyandarkan agama mereka kepada Alquran maupun keimanan yg dibawa Rasulullah. Berbeda dgn umat salaf yg sempurna dalam ilmu dan iman kesalahan mereka lbh ringan dibandingkan dibandingkan kebenaran yg mereka lakukan. Oleh krn itu hendaknya tiap mukmin tidak berbicara mengenai sesuatu urusan agama kecuali mengikuti apa-apa yg dibawa Rasulullah saw dan menyelaraskan dgn ajaran beliau serta tidak mendahulukan pendapatnya. Sehingga ucapannya sesuai dgn ucapan Rasulullah dan ilmunya mengikuti perintahnya. Demikian yg dilakukan para sahabat tabi’in dan imam-imam kaum muslimin. Oleh sebab itu tidak seorang pun dari mereka yg menyalahi nash-nash dalam mengeluarkan pernyataan dan tidak menegakkan agama dgn selain yg dibawa Rasulullah saw. Kalau seseorang ingin mengetahui sesuatu tentang agama dan perkataan yg ada di dalamnya ia sesuaikan dgn firman Allah dan sunah Rasulullah saw. Dari sumber inilah dia mengetahui dan dengannya dia berbicara. Kepadanya dia melihat dan memikirkan suatu persoalan dan dengannya pula dia mengambil dalil. Inilah prinsip Ahli Sunnah wal Jamaah. Setiap orang yg menyalahi ajaran yg dibawa Rasulullah saw itu disebabkan tidak adanya ilmu tentang hal itu dan tidak berbuat adil bahkan jahil zalim dan mengikuti prasangka. Akan tetapi kedua hal itu telah jatuh dalam perkara yg samar dan rumit yg mereka gali dgn ijtihad dan mengerahkan segenap kemampuan utk mencari kebenaran. Persoalan seperti ini telah terjadi di antara sebagian sahabat dalam masalah cerai waris dan lainnya. Tetapi dalam masalah yg nyata dan terang tidak pernah terjadi peristiwa seperti itu di kalangan para sahabat sebab keterangan tentang hal itu telah jelas dari Rasulullah. Sehingga mereka tidak menentangnya kecuali bagi yg sengaja menentang Rasulullah. Mereka tetap berpegang teguh pada agama Allah dan menjadikan Rasulullah sebagai hakim dalam tiap perselisihan yg terjadi. Mereka tidak mendahulukan karsa pikir terhadap firman Allah dan sunah rasul lebih-lebih menentang Allah dan rasul-Nya. Setelah lama waktu berlalu terjadilah pada kebanyakan manusia sesuatu yg sebelumnya jelas menjadi samar dan rumit. Sehingga banyak kalangan mutaakhirin yaang menyalahi kitabullah dan sunah-kasus yg tidak pernah terjadi pada kalangan salaf-sekalipun mereka tergolong mujtahid yg dimaafkan dan diampuni Allah serta diberi pahala atas ijtihad yg mereka upayakan. Mungkin saja kebaikan-kebaikan yg mereka lakukan mendapat pahala sama dgn pahala lima puluh orang yg melakukannya pada zaman itu krn mereka mendapati orang-orang yg memperhatikan hal itu. Sedangkan ulama mutaakhirin tidak mendapati orang-orang yg memperhatikan hal seperti itu. b. Di antara mereka ada yg menentang Sunnah krn ijtihad yg keliru atau takwil yg jauh. Orang yg menentang Sunnah diantara mereka ada yg membela Sunnah dihadapan musuh-musuhnya. Akan tetapi kadang kala mereka menyalahi Sunnah itu sendiri disebabkan ijtihad yg keliru atau takwil yg jauh. Sehingga mereka melakukan dua perkara sekaligus Sunnah dan bid’ah cahaya dan kegelapan. Tetapi hal ini dimaafkan khususnya jika panji Sunnah tidak tampak jelas dan terang. Perlu diketahui ada kelompok-kelompok yg menasabkan kepada orang-orang yg tunduk mengikuti pokok-pokok agama dan ilmu kalam. Mereka terdiri atas beberapa tingkatan. Di antara mereka ada yg menyalahi prinsip-prinsip besar dalam Sunnah. Ada juga yg menyalahi Sunnah dalam perkara-perkara yg rumit. Dan ada juga yg menolak golongan lain yg lbh jauh lagi dari Sunnah hal ini bisa jadi terpuji selama yg ditolaknya adl kebatilan dan yg dikatakannya merupakan kebenaran. Tetapi dalam penolakan tersebut mereka melampui batas krn mengingkari sebagian kebenaran dan mengatakan sebagian kebatilan. Mereka telah menolak bid’ah besar dgn bdi’ah yg lbh ringan. Inilah keadaan mayoritas ahli kalam yg menasabkan diri kepada Ahli Sunnah wal Jamaah. Jika apa-apa yg mereka ciptakan itu selama ucapan yg tidak memecah belah jamaah muslimin tidak dijadikan landasan utk bersahabat dan bermusuhan maka hal itu termasuk jenis kekeliruan. Adapun Allah mengampuni kesalahan-kesalahan orang beriman krn kekeliruan semacam itu. Terkadang kebaikan berdampingan dgn keburukan-keburukan baik yg diampuni maupun yg tidak diampuni. Terkadang juga sulit bagi seseorang utk memilih syariat yg murni kecuali yg sudah tercampur dgn bid’ah. Hal ini dikarenakan tidak ada orang yg menunjukkan jalan murni tersebut baik dalam hal ilmu maupun amalan. Apabila tidak diperoleh cahaya yg murni-yang ada hanya manusia yg hidup dalam kegelapan- maka tidak patut seseorang mencela dan mencegah orang lain krn telah mengambil cahaya yg tercampur dgn kegelapan. Kecuali bila memang telah tercipta cahaya yg sama sekali bersih dari kegelapan. Berapa banyak orang yg telah berpaling dari cahaya yg tidak murni bahkan keluar dari cahaya secara total sehingga itu tidak bisa melihat kegelapan di dalam jalan hidup manusia. Prinsip ini dimaksudkan agar seseorang menempatkan cela dan aib yg melekat pada kaum salaf dan para ulamanya pada proporsi yg sebenarnya. Dan agar dia mengetahui bahwa penyimpangan dari kesempurnaan khilafah yg berdasarkan manhaj nubuwwah dibenarkan menurut pandangan syara’. Hal tersebut mungkin disebabkan kealpaan hingga meninggalkan kebaikan baik dalam hal ilmu maupun amal. Atau dikarenakan sikap permusuhan dgn melakukan keburukan baik dalam hal ilmu maupun amal. Masing-masing dari kedua hal ini bisa disebabkan oleh keterpaksaan maupun kemauan sendiri. Adapun tiap orang yg lemah yg tidak mampu melakukan kebajikan dgn sempurna hingga terpaksa melakukan sebagian kejahatan adl dimaafkan. Hal tersebut merupakan prinsip yg pokok yakni hendaknya Anda mengakui kebaikan yg ada dalam diri seseorang baik dalam hal ilmu maupun amal. Atau berupa kebajikan yg diwajibkan atau yg disunnahkan. Demikian juga Anda harus mengakui kejelekan yg ada pada diri orang tersebut baik ilmu amal maupun ucapan. Atau berupa kejelekan yg dilarang ataupun tidak jika yg tak dilarang itu disebut juga kejelekan. Sesungguhnya agama melahirkan kebaikan-kebaikan dan berbagai kemaslahatan disamping menghilangkan segala bentuk kejahatan dan kerusakan. Sering kali dua hal ini berkumpul dalam satu perbuatan atau dalam pribadi seseorang. Cela dan hukum kadang-kadang muncul krn salah satunya tetapi janganlah dilupakan yg muncul krn yg lainnya. Begitupun pujian kadang-kadang muncul akibat salah satunya tetapi jangan melupakan pujian yg muncul dari sisi yg lain. Misalnya seseorang terkadang dipuji krn telah meninggalkan suatu kejahatan bid’ah dan dosa namun pujian kepadanya yg muncul krn melakukan kebaikan dilupakan. Beginilah cara membuat suatu perbandingan. Barang siapa yg berjalan diatasnya berarti ia telah menegakkan keadilan. Allah telah menurunkan Alquran serta neraca keadilan agar manusia menegakkannya. Bila kaum salaf mencela ahli kalam dgn mengatakan “Ulama kalam adl orang-orang zindiq dan tidak ada seseorang yg telah menyelami ilmu kalam lantas dia lbh beruntung.” Maka yg mereka maksudkan bukanlah ahli kalam secara umum tetapi kebiasaan yg berlaku pada seseorang yg berbicara tentang agama dgn cara yg tidak dilakukan oleh para rasul utusan Allah. 3. Orang yg melampui batas dan zalim. Orang-orang yg menyalahi Sunnah di antara mereka ada yg jatuh pada perbuatan keji zalim saling bermusuhan baik krn kekeliruan dalam ijtihad dan takwil ataupun krn kezaliman dan kebodohan. Mereka termasuk pelaku maksiat yg mendapat dosa krn melakukan kekeliruan. Setiap orang yg berbuat keji zalim bersikap melampui batas atau melakukan hal yg berdosa terbagi menjadi dua kelompok. Yakni mereka yg melakukan takwil dan tidak melakukan takwil. Mereka yg melakukan takwil adl orang yg berstatus mujtahid seperti ahli ilmu dan agama yg berijtihad dan berkeyakinan mengenai halalnya permasalahan sementara golongan lainnya mengharamkannya. Sebagaimana di antara mereka ada yg menghalalkan sebagian jenis minuman mengenai muamalah yg berkaitan dgn riba mengenai ikatan perjanjian tentang pemberian sebagai hiburan dan lain-lainnya yg pernah dialami oleh kaum Salaf ash-Shaleh. Maka kelompok mujtahid ini hanya pada tingkatan pelaku kesalahan. Allah berfirman yg artinya “Ya Rabb kami janganlah Engkau hukum kami jika kami lupa atau kami tersalah.” Juga telah di riwayatkan dalam sebuah hadis sahih bahwa Allah telah mengabulkan doa tersebut. Allah telah memberitakan tentang Daud dan Sulaiman mereka memberi keputusan tentang persoalan pertanian. Salah seorang dari mereka memiliki kapasitas ilmu dan hikmah lbh unggul dari lainnya. Allah juga memuji mereka berdasarkan kapasitas ilmu dan hikmah masing-masing. Oleh krn para ulama merupakan pewaris para nabi maka bila salah seorang di antara mereka memahami satu persoalan yg tidak dipahami oleh lainnya tidaklah menjadikan ilmu dan diennya salah dan tertolak. Akan tetapi jika hal itu dilakukan dgn disertai ilmu dan hikmah dia menjadi berdosa dan zalim dan jika terjadi berulang-ulang maka dia bisa menjadi fasik. Bahkan jika keharaman suatu masalah telah di ketahui secara pasti maka penghalalannya adl kufur. Oleh krn itu perbuatan aniaya termasuk dalam bab ini. Apabila orang yg berbuat aniaya itu seorang mujtahid yg melakukan takwil sementara dia tidak menyadari perbuatan aniayanya bahkan menganggap dirinya di atas jalan kebenaran sekalipun salah dalam keyakinannya maka sebutan orang aniaya tidaklah menyebabkan berdosa apalagi sampai menjadi fasik. Mereka yg berpendapat perlunya memerangi orang-orang yg berbuat aniaya dalam mentakwil mengatakan “Kami memerangi mereka dalam rangka menolak bahaya perbuatan aniaya mereka dan mencegah perlawanan bukan menghukum mereka.” Selanjutnya mereka mengatakan “Orang-orang itu tetap berada dalam keadilan dan tidak berbuat fasik sebagaimana halnya anak kecil orang gila orang lupa orang pingsan serta orang tidur yg tidak bisa di hukum krn melakukan pelanggaran sebab mereka bukan mukalaf bahkan sama dgn binatang-binatang yg melakukan pelanggaran. Ahli Sunnah wal Jamaah bersepakat terhadap orang-orang yg dikenal kebaikan-kebaikannya seperti para sahabat yg dikenali dan selain mereka dari pengikut Perang Jamal dan Perang Shiffin. Tidak seorang pun dari mereka yg dituduh fasik apalagi dikafirkan. Para fuqaha menggolongkan mereka pada umumnya pelaku aniaya sekalipun mewajibkan memerangi mereka namun menolak menghukumi fasik krn melakukan takwil sebagaiman di katakan oleh para ulama fiqh “Sesungguhnya peminum sari kurma yg diperselisihkan oleh ahli takwil tidak di dera dan tidak pula di tuduh fasik.” Kelompk Jahamiyah banyak menyembunyikan perkataan mereka terhadap kebanyakan ahli iman sehingga ahli iman menganggap bahwa kebenaran yg mereka kemukakan termasuk syubhat. Orang-orang mukmin yg beriman kepada Allah dan rasul-Nya lahir dan batin menganggap pantas utk memberikan predikat yg sama dgn kelompok-kelompok bid’ah lainnya. Oleh sebab itu mereka bukanlah kafir secara qath’i namun menjadi fasik dan maksiat dan mereka menjadi pelaku kekeliruan yg layak mendapat ampunan. Pada diri mereka ada iman dan takwa yg menjadikan adanya unsur wilayatillah sesuai dgn kadar keimanan dan ketakwaan mereka. Di antara ahli bid’ah ada yg mempunyai iman lahir dan batin hanya krn pada diri mereka terdapat unsur jahil dan zalim maka mereka melakukan kekeliruan dalam memahami sunnah. Maka mereka bukan kafir juga bukan fasik. Bisa jadi mereka melakukan pelanggaran dan kezaliman yg menjadikan mereka jatuh sebagai orang fasik atau maksiat dan bisa jadi mereka keliru dalam melakukan takwil yg berhak mendapat ampunan Allah. Oleh krn dalam diri mereka masih terdapat unsur iman dan takwa maka mereka pun berhak mendapat wilayatillah sebagaimana disebut sebelumnya. Kesalahan yg dilakukan seorang hamba krn bertindak ceroboh dalam mengikuti kewajibannya kepada Alquran misalnya atau krn ia melampaui batas ketentuan-ketentuan Allah dgn menempuh jalan yg di larang oleh-Nya atau mengikuti kemauan nafsunya tanpa petunjuk dari Allah berarti dia telah menzalimi diri sendiri dan termasuk ahlul wa’id . Berbeda dgn orang yg berijtihad dalam rangka menaati Allah dan rasul-Nya lahir dan batin yg mencari kebenaran dgn ijtihadnya sebagaimana diperintahkan Allah dan rasul-Nya maka kesalahannya berhak mendapat ampunan Allah. 4. Munafik zindiq. Orang-orang yg menyalahi sunnah di antara mereka ada yg tergolong munafik zindiq yg menyembunyikan kekufuran dendam kesumat dan kemurkaan mereka kepada kaum muslimin. Sesungguhnya orang yg mengerjakan salat namun menyimpan sifat kufur terhadap sesuatu persoalan maka tidaklah dia melakukan salat melainkan sebagai munafik. Jika demikian maka para ahli bid’ah terdapat orang munafik zindiq dan dia kafir. Orang-orang seperti ini banyak dijumpai di kalangan Rafidhah dan Jahamiyah. Di antara Rafidhah tampaklah induk-induk zindiq dan kemunafikan seperti zindiqnya Qaramithah Bathiniyyah dan yg semisal mereka. Tidak diragukan lagi bahwa mereka termasuk kelompok ahli bid’ah yg paling jauh penyimpangannya dari kitabullah dan sunnah. Oleh sebab itu mereka paling populer di kalangan publik sebagai penentang as-sunnah. Jumhur kaum muslimin tidak mengenal lawan sunni kecuali Rafidhah. Maka jika ada seseorang dari mereka berkata “Aku sunni” berarti dia bukan Rafidhah. Pada golongan Rafidhiy terhimpun ketiga sifat itu. Bahkan bertambah satu lagi mereka keluar dari ketaatan dan jamaah serta memerangi orang mukmin dan kafir mu’ahid . Mereka tidak menganggap penting menaati pemimpin kaum muslimin baik yg adil maupun yg fasik fanatisme yg lbh jahat dari fanatisme keturunan yaitu fanatisme terhadap ajaran agama yg rusak. Sesungguhnya pada hati mereka terdapat dendam dan kemarahan terhadap kaum muslimin serta terhadap “orang-orang kecil” kaum muslimin yg saleh maupun tidak. Suatu dendam dan kebencian yg tidak pernah ada pada selain mereka. Merekalah manusia yg paling gigih memecah-belah jamaah kaum muslimin. 5. Musyrik yg sesat. Orang-orang yg menentang sunnah ada yg musyrik dan sesat serta harus disuruh bertaubat dari kemusyrikan mereka jika menampakkannya. Andaikata menolak mereka dibunuh sebagai orang-orang kafir yg murtad. Kaum Druz dan Nushairiyah adl kafir berdasarkan kesepakatan kaum muslimin tidak halal memakan hewan yg disembelih mereka dan tidak halal menikahi perempuan-perempuan mereka. Bahkan mereka tidak dikenakan jizyah krn telah murtad dari dienul Islam mereka bukan lagi sebagai muslim dan bukan pula Yahudi dan Nasrani. Mereka tidak mengakui kewajiban salat lima waktu puasa Ramadan dan haji. Mereka juga tidak mengharamkan apa-apa yg di haramkan Allah dan rasul-Nya seperti bangkai dan khamar. Sekalipun secara lahiriyah mereka mengucapkan dua kalimah syahadat namun mereka termasuk orang-orang kafir berdasarkan kesepakatan kaum muslimin. Karena mereka memiliki keyakinan seperti itu. Nushairiyah adl para pengikut Syu’aib Muhammad bin Nushair golongan yg bertindak melampaui batas dgn mengatakan bahwa Ali adl Tuhan. Sedangkan kaum Druz adl pengikut Hasytekin ad-Druz seorang bekas sahaya al-Hakim yg diutus kepada penduduk Wadi Taimullah bin Tsa’labah. Ia menyeru kepada mereka agar menuhankan al-Hakim serta menyebut al-Hakim sebagai Al-Bari dan Al-Aliim serta mereka bersumpah dgn menyebut namanya. Mereka dari golongan Isma’iliyyah yg mengatakan Muhammad bin Ismail menasakh syariat Muhammad bin Abdullah. Mereka lbh besar kekafirannya dibandingkan dgn orang-orang yg melampaui batas yg mengatakan bahwa alam itu qadim dan mengingkari hari akhirat serta kewajiban-kewajiban Islam dan larangan-larangannya. Perihal kekafiran kaum Druza tidak ada perselisihan di kalangan kaum muslimin bahkan keraguan terhadap kekafiran mereka akan menjadikan seorang muslim kafir sebagaimana mereka. Golongan ini tidak sama dgn ahli kitab dan musyrikin krn kekufuran mereka disertai dgn kesesatan. Oleh sebab itu tidak dibenarkan seseorang memakan makanan mereka bahkan dibolehkan menawan wanita-wanita mereka dan merampas harta mereka sebab mereka termasuk zindiq yg murtad tidak diterima taubat mereka serta boleh diperangai di mana saja mereka berada. Mereka juga patut dilaknat sebagaimana disifatkan dan tidak boleh dijadikan sebagai pengawal atau penjaga. Ulama dan tokoh-tokoh mereka wajib dibunuh agar tidak menyesatkan golongan lain. Selain itu haram bagi kaum muslimin utk tidur bersama mereka di rumah-rumah mereka menemani mereka dalam perjalanan dan mengantarkan jenazah mereka manakala diketahui kematian mereka. Barangsiapa meyakini ketuhanan manusia meyakini bahwa seseorang bisa memanggil orang mati bisa dimitai rezeki pertolongan dan hidayah juga bertawakal dan bersujud kepadanya maka haruslah ia bertaubat kepada Allah. Jika tidak mau bertaubat dia wajib dibunuh. Barangsiapa melebihkan seseorang dari guru-guru mereka melebihi nabi atau meyakini bahwa seseorang tidak perlu taat kepada Rassulullah saw maka diharuskan bertaubat. Jika menolak dia harus dibunuh. Demikian juga bagi siapa yg meyakini bahwa seorang wali berada bersama Nabi saw sebagaimana Khidr bersama Musa maka dia pun harus bertaubat. Muhammad diutus Allah kepada seluruh Tsaqalain . Barangsiapa beritikad bahwa ada yg memiliki kewenangan utk keluar dari syariat beliau dan utk tidak menaati beliau maka dia terhukum kafir dan wajib dibunuh. Orang-orang yg melampaui batas terhadap sebagian guru-guru mereka juga tergolong ke dalam kelompok musyrik dan pelaku kesesatan. Seperti mereka yg bersikap berlebihan terhadap orang-orang saleh semisal Ali bin Abi Thalib. Bersikap berlebihan terhadap orang yg mereka yakini ada kebaikan pada dirinya semisal al-Hallaj dan al-Hakim yg berada di Mesir atau Yunus al-Qati dan yg lainnya. Bahkan termasuk mereka yg bersikap berlebihan terhadap Isa bin Maryam as dan yg lainnya. Kemudian mereka memberikan kepada guru-guru tersebut semacam sifat ketuhanan seperti ketika mereka berkata ” Semua rezeki yg saya terima yg bukan pemberian Syekh Fulan tidaklah aku kehendaki.” Atau mereka berkata “Jika menyembelih seekor kambing hendaklah dgn nama tuhanku. Juga mereka menyembahnya dgn bersujud kepadanya atau kepada selainnya. Termasuk orang yg berdoa dgn mengesampingkan Allah seperti berkata “Wahai tuanku si Fulan ampunilah aku. Berilah aku rahmat dan rezeki. Tolonglah aku dan berilah aku pahala aku bertawakal kepadamu engkaulah yg mencukupiku aku berada di bawah kecukupanmu.” Atau di sekitar permasalahan itu baik berupa perkataan ataupun perbuatan yg tak lain adl ciri-ciri khusus Rububiyah yg tak layak di miliki oleh selain Allah. Oleh krn itu tiap kemusyrikan dan kesesatan sebagaimana yg dipaparkan itu bagi pelakunya diperintahkan bertaubat. Jika mereka bertaubat tentulah akan diterima sedangkan mereka menolak hendaklah mereka dibunuh. Sumber Diadaptasi dari Manhaj dan Aqidah Ahli Sunnah wal Jamaah Menurut Pemahaman Ulama Salaf Muhammad Abdul Hadi al-Mishri Al-Islam - Pusat Informasi dan Komunikasi Islam Indonesia
sumber file al_islam.chm

No comments:

Post a Comment